Loading...
July 02, 2015

Uniknya suasana Ramadhan di desa Pegayaman, Bali




Keunikan Bali sebagai Pulau Dewata seakan tidak pernah ada habisnya, hal itu karena pengaruh adat yang masih sangat kental dan masing-masing warga mempertahankan kekentalan dalam beradat istiadat. Bahkan di Bali ada sebuah desa di daerah Sukasada, kabupaten Buleleng yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Desa Pegayaman namanya. Desa Pegayaman ini berpenduduk sekitar 1.000 Kepala Keluarga atau 5.000 jiwa. Lokasinya di ketinggian bukit dan dikelilingi pepohonan rindag, sawah, dan ladang. Keunikan desa ini yaitu, semua warganya masih tetap mempertahankan nuansa dan budaya masyarakat Bali yang beragama Hindu. Contohnya saja, nama-nama warga muslim di desa Pegayaman masih bernuansa Hindu, yang membedakan hanyalah nama belakangnya yang mencerminkan nama seorang muslim seperti:  Wayan Hasan dan Ketut Asghar Ali untuk nama pria, dan Ni Made Fatimah atau Ni Nyoman Aisyah untuk nama perempuannya. Paduan nama antara Islam dan Hindu itu sudah melekat seolah sulit dipisahkan. Tak hanya itu, saat hari raya Idul Fitri tiba, warga desa Pegayaman menghiasi rumah dengan hiasan bernuansa masyarakat Hindu, dan tata cara berpakaian pun juga tak terlepas dari tata cara berpakaian masyarakat Hindu.

Yang paling unik dari desa ini adalah, waktu melaksanakan shalat tarawih di desa ini tidak seperti warga muslim Bali lainnya, penduduk desa ini melakukan shalat tarawih saat menjelang tengah malam, yaitu pukul sekitar 22.00 yang kemudian dilanjutkan dengan tadarus al-Qur'an yang biasanya dimulai pada pukul 23.00. Alasannya, Shalat tarawih saat bulan Ramadhan ini dilakukan menjelang tengah malam agar memberi kesempatan kepada warga yang rumahnya berjauhan dari masjid dan yang memiliki kesibukan agar bisa shalat tarawih di satu-satunya masjid besar di desa ini, yaitu masjid Safiinatussalaam.


Bulan Ramadhan bagi warga desa Pegayaman terasa sangat istimewa. Hari-hari yang biasa menjadi luar biasa karena kehidupan jadi berbalik. Siang jadi malam, dan sebaliknya malam adalah pusat aktivitas untuk anak-anak, remaja, dan orang tua. Ketika siang hari, mereka suntuk dengan kegiatannya masing-masing.
Saat datang waktu berbuka puasa, jalan-jalan desa mendadak sepi. Tapi satu jam kemudian, anak-anak berebut keluar dari rumahnya. Alasannya, di desa ini terdapat pasar senggol saat Ramadhan. Sebentar saja, mereka sudah memenuhi lorong-lorong jalan desa untuk berbagi rejeki di pasar senggol. Pasar ini memang khusus untuk anak-anak. Mereka menggelar meja berisi makanan kecil dan buah-buahan. Harganya pun cocok untuk kantong anak-anak. Jeruk dijual Rp 300 per buah, demikian pula salak, sawo, dan apel. Sate usus dijual Rp 200 per tusuk.




Sementara itu, remaja dan para orang tua menjalankan tarawih. Masjid, musolla dan sejumlah rumah warga masih akan ramai sampai jelang waktu sahur dengan kegiatan tadarusan. Begitulah seterusnya kegiatan ini diadakan setiap datangnya bulan suci Ramadhan.

0 comments:

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik !

 
TOP